Rabu, 13 Januari 2016

Hasbi Ash Siddiqy Muhammad Nasir El-Gumanty



Muhammad Nasir el-Gumanty
Hashbi Ash-Siddiqy
A.  Biografi Penulis
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dilahirkan di Lhokseumawe, Aceh Utara, pada tanggal 10 Maret 1904. Ayahnya bernama Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husein ibn Muhammad Su’ud, adalah seorang ulama terkenal di kampungnya dan mempunyai sebuah pesantren (meunasah). Sedangkan Ibunya bernama Teungku Amrah binti Teungku Chik Maharaja Mangkubumi Abdul Aziz, putri seorang Qadhi Kesultanan Aceh ketika itu. Hasbi tumbuh  di tengah-tengah keluarga  ulama pejabat, pendidik dan pejuang. Jika ditelusuri lebih jauh, dalam diri beliau mengalir campuran darah Aceh dan Arab. Bahkan menurut silsilah, beliau adalah keturunan ke 37 yang mempunyai ketersambungan dengan Abu Bakar ash-Shiddiq (573-13 H/634 M). Oleh sebab itu, pada nama belakang beliau ditambahlkan ash-Shiddieqy.[1]
Hasbi menikah di usia 19 tahun dengan Siti Khadidjah, namun sang istri meninggal ketika melahirkan putri pertama yang bernama Nur Jauharah yang kemudian menyusul ibunya kembali ke Rahmatullah. Kemudian Hasbi menikah lagi dengan Tengku Nyak Asiyah binti Tengku Haji Hanum dan dikarunia 4 anak.

B.  Pendidikan
Sejak kecil, Hasbi sangatlah cerdas dan kritis terhadap sesuatu. Dengan dukungan keluarga yang kental agama, Hasbi dengan mudah mengukir pendidikan agama pertamanya di dayah (pesantren) milik ayahnya. Disana ia belajar al-Qur’an, Qira’at, tajwid, dasar-dasar tafsir dan fiqih yang diajarkan langsung oleh ayahnya sendiri.[2]
Berbekal semangat keilmuan dan dorongan dari ayahnya, Hasbi kemudian nyantri di berbagai pesantren Aceh dari satu kota ke kota lain selama 8 tahun. Setelah tamat, Hasbi belum puas karena ilmu yang ia dapatkan di dayah hanyalah sekedar sebuah kitab, bahkan terbatas kitab-kitab bermadzab Syafi’I, dengan metode pembelajaran hanya berkutat menyimak penjelasan guru. Menurutnya, metode ini tidaklah mendidik karena secara tidak langsung mengajarkan murid bertalkid dengan selalu menunggu keputusan yang telah dibuat oleh ulama-ulama terdahulu. Sehingga Hasbi lebih memilih belajar secara otodidak.
Keinginannya untuk belajar lebih luas tentang Islam akhirnya terwujud setelah ia bertemu dengan seorang pembaharu Islam yang bernama Syekh Muhammad ibn Salim al-Kalali. Syekh Muhammad mengajarkan Hasbi bahasa Arab dan kitab-kitab yang ditulis oleh pelopor-pelopor pembaharu Islam. Dari sinilah benih-benih pembaharu muncul dalam diri Hasbi. Kemudian pada tahun 1926, atas saran Syekh Muhammad, Hasbi berangkat ke Surabaya dan melanjutkan pendidikannya di Madrasah al-Irsyad, sebuah organisasi keagamaan yang didirikan oleh Syekh Ahmad Surkati (1874-1943), ulama dari Sudan yang mempunyai pemikiran modern kala itu. Di Madrasah al-Irsyad  Hasbi mengambil pelajaran takhassus (jurusan) dalam bidang pendidikan dan bahasa selama 2 tahun. Al-Irsyad dan Ahmad Surkati inilah yang ikut berperan dalam membentuk pemikirannya yang modern sehingga, setelah kembali ke Aceh. Teungku Hasbi as-Shiddieqy langsung bergabung dalam keanggotaan organisasi Muhammadiyah.

C.  Karya-karya Hasbi Ash-Siddiqi
Pada era demokrasi liberal ia terlibat secara aktif mewakili Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dalam perdebatan ideologi di Konstituante. Akan tetapi ia lebih memilih menetap di Yogyakarta dan mengkonsentrasikan diri dalam bidang pendidikan tahun 1951. Pada tahun 1960 ia diangkat menjadi dekan Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta  hingga tahun 1972.
Selain itu, beliau juga memangku jabatan di berbagai Perguruan Tinggi Swasta. Pada tahun 1961 M-1971 M, beliau menjabat sebagai Rektor Universitas al-Irsyad, Surakarta. Dan jabatan yang sama di Universitas Cokroaminoto. Beliau juga mengajar di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta sejak tahun 1964 M. Pada tahun 1967 M, beliau mengajar sekaligus menjadi Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang.
Pada tanggal 9 Desember 1975, setelah beberapa hari memasuki karantina haji, dalam rangka menunaikan ibadah haji, beliau meninggal dalam usia 71 tahun. Jasad beliau dimakamkan di pemakaman keluarga IAIN Ciputat Jakarta. Pada upacara pelepasan jenazah almarhum, turut memberi sambutan almarhum Buya Hamka, dan pada saat pemakaman beliau dilepas oleh almarhum Mr. Moh. Rum. Naskah terakhir yang beliau selesaikan adalah Pedoman Haji yang kini telah banyak beredar di masyarakat luas.
Sebagai ulama yang produktif di zamannya, Karya tulisnya mencakup berbagai disiplin ilmu keislaman. Menurut skripsi Kurniasih, buku yang ditulis Hasbi berjumlah 72 judul (142 jilid). Sebagian besar karyanya adalah tentang fiqh (36 judul). Bidang-bidang lainnya adalah hadis(8 judul), tafsir (6 judul), tauhid (ilmu kalam; 5 judul). Sedangkan selebihnya adalah tema-tema yang bersifat umum, diantaranya yakni:
1.      Bidang Hadis meliputi:
a.       Beberapa Rangkuman Hadis.
b.      Sejarah Pengantar Ilmu Hadis.
c.       Mutiara Hadis berjumlah 5 jilid.
d.      Pokok-pokok Ilmu Dasar Hadis.
e.       Problematika Hadis Sebagai Dasar Pembinaan Hukum.
f.       Koleksi Hadis-hadis Hukum berjumlah 9 jilid.
g.      Rijalul Hadis.
h.      Sejarah Perkembangan Hadis.
i.        Kriteria Antara Sunnah dan Bid’ah
2.      Bidang Tafsir Al-Qur’an
a.        Beberapa rangkaian ayat.
b.      Sejarah dan Perkembangan Ilmu Al-Qur’an/Tafsir.
c.       Tafsir Al-Qur’an al-Majid an-Nur.
d.          Tafsir al-Bayan.
e.           Mu’jizat Al-Qur’an.
3.      Bidang Fiqh
a.       Sejarah Peradilan Agama.
b.       Tuntunan Qur’an.
c.         Pedoman Sholat.
d.        Hukum-hukum Fiqh Islam
e.        Pedoman Hukum Islam.
f.        Pedoman Zakat.
g.       Al-Ahkam (Pedoman Muslimin).
h.       Pedoman Puasa.
i.         Kuliah Ibadah.
j.         Pengantar Ilmu Fiqh.
k.       Falsafah Hukum Islam.
l.         Pedoman Haji

Atas jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan, Muhammad Hasbi as-Shiddieqy mendapatkan beberapa pengahargaan di antaranya :
a.       Anugrah Doktor Honoris Causa dari Universitas Islam Bandung (UNISBA) pada tahun 1975.
b.          Anugrah Doktor Honoris Causa dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 1975



B. Tafsir An-Nur
Tafsir Al-Qur'anul Majid atau yang lebih dikenal dengan nama Tafsir AN-NUR ini adalah salah satu karya monumental ulama Indonesia asal Aceh, yaitu Prof. Dr. Teungku Muhammad (TM) Hasbi ash-Shiddiegy.

Tafsir An-Nur pertama kali terbit pada tahun 1956. Ini adalah kitab tafsir lengkap pertama karya ulama ahli tafsir Indonesia yang diterbitkan di Indonesia. Tafsir ini mudah dicerna oleh semua golongan masyarakat, dari para peneliti sampai para pemula. Tafsir inilah pula yang menjadi rujukan Terjemah Qur'an Departemen Agama yang pertama tahun 1952.[3]

Tafsir An Nur menggunakan dua metode sekaligus, yaitu mudhi'i tahlili karena dibuat berdasarkan urutan dan susunan Al-Qur'an, ayat per ayat dan surah per surah, dan dengan bentuk penyajian yang rinci, dan juga metode maudhu'i (tematik) karena sebelum menjelaskan tafsir suatu surah terlebih dahulu dijelaskan gambaran umum surah tersebut.

Tafsir ini juga dapat digolongkan sebagai at-tafsir bil ra'y (tafsir berdasarkan ijtihad), walaupun tidak semua ayat dijelaskan dengan metode tersebut. Dapat pula digolongkan sebagai at-tafsir bil-ma'tsur (tafsir dengan riwayat), yaitu penjelasan suatu ayat dengan ayat lain atau dengan hadits dan atsar yang shahih.

Dalam kitab tafsir ini Hasbi ash-Shiddieqy banyak mengutip dari rujukan-rujukan mu`tabar (otoritatif). Sebut saja di antaranya, tafsir Jami` al-Bayan karya ath-Thabari, Tafsir al-Qur’an al-`Azhim karya Ibnu Katsir, tafsir al-Qurthubi, tafsir al-Kasysyaf karya az-Zamakhsyari, dan at-Tafsir al-Kabir karya Fakhruddin ar-Razi. Tidak hanya tafsir klasik, tafsir ulama muta’akhkhirin juga menjadi sumber ash-Shiddieqy, seperti, tafsir al-Manar karya Muhammad Rasyid Ridha, tafsir al-Maraghi, tafsir al-Qasimi, dan tafsir al-Wadhih. Selain kitab-kitab tafsir, ia juga merujuk kepada kitab-kitab induk hadis yang mu`tamad (dipercaya), semisal, kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dan kitab-kitab as-Sunan.

Melihat sederet rujukan yang digunakan, tampaknya T.M. Hasbi ash-Shiddieqy menggarap karya tafsirnya ini dengan sangat serius, terlebih lagi ia mempunyai kapasitas yang mumpuni dalam bidang ushul at-tafsir, yaitu ilmu yang mempelajari media-media yang diperlukan untuk menafsirkan al-Qur’an. Karenanya, wajar bila Tafsir an-Nur menjadi sebuah karya yang cukup diperhitungkan dan menjadi rujukan kalangan intelektual di Indonesia.

Tafsir Al-Qur'anul Majid An-Nur, sebagai sebuah kitab tafsir yang ringkas namun lengkap, menjelaskan apa yang dimaksud tiap-tiap ayat. Pembahasan ayat disertai keterangan hadits, dalil, dan pendapat yang kuat.

Untuk membantu para pemula dalam membaca dan mendalami Al-Qur'an, kitab Tafsir An-Nur ini dilengkapi pula dengan transliterasi huruf ke Arab ke dalam huruf latin.

D.    Metode Penafsiran
Untuk menentukan metode apa yang di gunakan oleh Hasbi Ash-Shiddieqy, harus diketahui dulu motivasi dan sumber-sumber dalam penafsiran An-Nur. Pada kata pengantar Tafsir An-Nur, beliau mengatakan :
Indonesia membutuhkan perkembangan tafsir dalam bahasa persatuan Indonesia, maka untuk memperbanyak lektur Islam dalam masyarakat Indonesia dan untuk mewujudkan suatu tafsir yang sederhana yang menuntun para pembacanya kepada pemahaman ayat dengan perantaraan ayat-ayat itu sendiri. Sebagaimana Allah telah menerangkan ; bahwa Al-Qur’an itu setengahnya menafsirkan yang setengahnya, yang meliputi penafsiran-penafsiran yang diterima akal berdasarkan pentakhwilan ilmu dan pengetahuan, yang menjadikan intisari pendapat para ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diisyaratkan Al-Qur’an secara ringkas.
Dengan berharap taufiq dan inayah yang maha pemurah lagi maha penyayang, kemudian dengan berpedoman kepada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar, kitab-kitab hadits yang mu’tamad, kitab-kitab sirah yang terkenal. Saya menyusun kitab tafsir ini dengan saya namai “An-Nur. Melihat ungkapan diatas, terlihat bahwa motivasi Hasbi Ash-Shiddieqy sangat mulia yaitu untuk memenuhi hajat orang Islam di Indonesia untuk mendapatkan tafsir dalam Bahasa Indonesia yang lengkap, sederhana dan mudah dipahami, sesrta ia menerangkan sepenggal-sepenggal ayat al-qur’an dengan menulisnya menggunakan bahasa latin dimaksudkan agar orang-orang yang tidak bisa membaca al-qur’an dengan bahasa arabnya maka ia bisa membacanya dengan huruf latin. Sumber yang beliau gunakan dalam menyusun tafsir An-Nur adalah :
1.    'Umdatut Tafsir 'Anil Hafidz Ibnu Katsir
2.    Tafsir al-Manar(karya Muhammad Abduh)
3.    Tafsir al-Qasimy
4.    Tafsir al-Maraghy (karya Ahmad Musthafa al-Maraghi), dan
5.    Tafsir al-Wadhih.

Sedangkan metode yang dilakukan oleh Hasbi Ash-Shiddieqy adalah:
Pertama, mengemukakan ayat-ayat yang akan ditafsirkan satu, dua, atau tiga ayat dan kadang-kadang lebih. Dan dalam hal ini Hasbi Ash-Shiddieqy menuruti al-maragy, yang pada umumnya menuruti al-manar dan kadang-kadang menuruti tafsir al-wadhih.
Kedua, ayat-ayat tersebut kemudian di bagi kepada beberapa jumlah. Masing-masing jumlah ditafsirkan sendiri-sendiri.
Ketiga, dalam menerjemahkan ayat ke dalam bahasa indonesia, Hasbi Ash-Shiddieqy berpedoman kepada tafsir abu suud, tafsir shiddiqy hasan khan dan tafsir al-qasimy.
Keempat, menerangkan tafsiran ayat, dalam materi penafsiran Hasbi Ash-Shiddieqy mensarikan dari uraian al-maraghy dan al-manar, dan dalam menafsirkan ayat-ayat yang semakna menuruti tafsir al-imam ibnu katsir. Kelima, menerangkan asbabun nuzul ayat, apabila terdapat atsar yang diakui keshahihannya oleh ahli atsar. Metode semacam ini juga dipergunakan oleh mufassir pada abad modern yang ditulis pasca kebangkitan umat Islam, seperti metode yang dipakai Prof. DR. Hamka(Indonesia).
Berdasarkan sumber-sumber yang dipakai, maka dapat diketahui bahwa metode yang dipakai oleh Hasbi Ash-Shiddieqy dalam menyusun tafisir An-Nur adalah metode campuran antara metode bil Ro’yi atau bil Ma’qul. Hal ini juga beliau kemukakan bahwa, dalam menyusun tafsir ini berpedoman pada tafsir induk, baik kitab tafsir bil Matsur maupun kitab tafsir bin Ma’qul.[4]
DAFTAR PUSATAKA
Abdul Aziz Dahlan, dkk , Ensiklopedi Hukum Islam,  Vol. II : 130, artikel “ Hasbi ash-Shiddieqy”








                                          



[1] http://nisaelfatira.blogspot.co.id/2013/10/hasbi-ash-shiddieqy-dalam-studi-hadis_25.html
[2] Ensiklopedi Hukum Islam, diedit oleh Abdul Aziz Dahlan, dkk, Vol. II : 130, artikel “ Hasbi ash-Shiddieqy”
[3] http://www.cordova-bookstore.com/cakrawala/tafsir_annur.htm
[4] http://referensiagama.blogspot.co.id/2011/01/tafsir-nur-karya-prof-dr-hasbi-al.html