Muhammad
Nasir el-Gumanty
Hashbi Ash-Siddiqy
A.
Biografi
Penulis
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dilahirkan di Lhokseumawe, Aceh Utara, pada
tanggal 10 Maret 1904. Ayahnya bernama Teungku Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Husein ibn Muhammad Su’ud, adalah
seorang ulama terkenal di kampungnya dan mempunyai sebuah pesantren (meunasah). Sedangkan Ibunya bernama Teungku Amrah binti Teungku Chik Maharaja Mangkubumi Abdul
Aziz, putri seorang Qadhi Kesultanan Aceh ketika itu. Hasbi tumbuh di tengah-tengah
keluarga ulama pejabat, pendidik dan pejuang. Jika ditelusuri lebih jauh,
dalam diri beliau mengalir campuran darah Aceh dan Arab. Bahkan menurut
silsilah, beliau adalah keturunan ke 37 yang mempunyai ketersambungan dengan Abu Bakar ash-Shiddiq (573-13 H/634 M). Oleh sebab itu, pada nama belakang beliau
ditambahlkan ash-Shiddieqy.[1]
Hasbi menikah di usia 19 tahun dengan Siti Khadidjah,
namun sang istri meninggal ketika melahirkan putri pertama yang bernama Nur
Jauharah yang kemudian menyusul ibunya kembali ke Rahmatullah. Kemudian Hasbi menikah lagi dengan Tengku Nyak
Asiyah binti Tengku Haji Hanum dan dikarunia 4 anak.
B. Pendidikan
Sejak kecil, Hasbi sangatlah cerdas dan kritis terhadap sesuatu. Dengan
dukungan keluarga yang kental agama, Hasbi dengan mudah mengukir pendidikan
agama pertamanya di dayah (pesantren)
milik ayahnya. Disana ia belajar al-Qur’an, Qira’at, tajwid, dasar-dasar
tafsir dan fiqih yang diajarkan langsung oleh ayahnya sendiri.[2]
Berbekal semangat keilmuan dan
dorongan dari ayahnya, Hasbi kemudian nyantri di berbagai pesantren Aceh dari
satu kota ke kota lain selama 8 tahun. Setelah tamat, Hasbi belum puas karena
ilmu yang ia dapatkan di dayah hanyalah sekedar sebuah kitab, bahkan
terbatas kitab-kitab bermadzab Syafi’I, dengan metode pembelajaran hanya
berkutat menyimak penjelasan guru. Menurutnya, metode ini tidaklah mendidik
karena secara tidak langsung mengajarkan murid bertalkid dengan selalu menunggu
keputusan yang telah dibuat oleh ulama-ulama terdahulu. Sehingga Hasbi lebih
memilih belajar secara otodidak.
Keinginannya untuk belajar lebih luas tentang Islam akhirnya terwujud
setelah ia bertemu dengan seorang pembaharu Islam yang bernama Syekh Muhammad
ibn Salim al-Kalali. Syekh
Muhammad mengajarkan Hasbi bahasa Arab dan kitab-kitab yang ditulis oleh
pelopor-pelopor pembaharu Islam. Dari sinilah benih-benih pembaharu muncul
dalam diri Hasbi. Kemudian pada tahun 1926, atas saran Syekh Muhammad, Hasbi
berangkat ke Surabaya dan melanjutkan pendidikannya di Madrasah al-Irsyad,
sebuah organisasi keagamaan yang didirikan oleh Syekh Ahmad Surkati
(1874-1943), ulama dari Sudan yang mempunyai pemikiran modern kala itu. Di Madrasah
al-Irsyad Hasbi mengambil pelajaran takhassus (jurusan) dalam
bidang pendidikan dan bahasa selama 2 tahun. Al-Irsyad dan Ahmad Surkati
inilah yang ikut berperan dalam membentuk pemikirannya yang modern sehingga,
setelah kembali ke Aceh. Teungku Hasbi as-Shiddieqy langsung bergabung dalam
keanggotaan organisasi Muhammadiyah.
C. Karya-karya
Hasbi Ash-Siddiqi
Pada era demokrasi liberal ia terlibat secara aktif mewakili Partai Masyumi
(Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dalam perdebatan ideologi di Konstituante.
Akan tetapi ia lebih memilih menetap di Yogyakarta dan mengkonsentrasikan diri
dalam bidang pendidikan tahun 1951. Pada tahun 1960 ia diangkat menjadi dekan
Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta hingga tahun 1972.
Selain itu, beliau juga memangku jabatan di
berbagai Perguruan Tinggi Swasta. Pada tahun 1961 M-1971 M, beliau menjabat
sebagai Rektor Universitas al-Irsyad, Surakarta. Dan jabatan yang sama di
Universitas Cokroaminoto. Beliau juga mengajar di Universitas Islam Indonesia
(UII), Yogyakarta sejak tahun 1964 M. Pada tahun 1967 M, beliau mengajar
sekaligus menjadi Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam Sultan Agung
(Unissula), Semarang.
Pada tanggal 9 Desember 1975, setelah beberapa hari memasuki karantina
haji, dalam rangka menunaikan ibadah haji, beliau meninggal dalam usia 71
tahun. Jasad beliau dimakamkan di pemakaman keluarga IAIN Ciputat Jakarta. Pada
upacara pelepasan jenazah almarhum, turut memberi sambutan almarhum Buya Hamka,
dan pada saat pemakaman beliau dilepas oleh almarhum Mr. Moh. Rum. Naskah
terakhir yang beliau selesaikan adalah Pedoman Haji yang kini telah banyak
beredar di masyarakat luas.
Sebagai ulama yang produktif di zamannya, Karya tulisnya mencakup berbagai
disiplin ilmu keislaman. Menurut skripsi Kurniasih, buku yang ditulis Hasbi
berjumlah 72 judul (142 jilid). Sebagian besar karyanya adalah tentang fiqh (36
judul). Bidang-bidang lainnya adalah hadis(8 judul), tafsir (6 judul), tauhid
(ilmu kalam; 5 judul). Sedangkan selebihnya adalah tema-tema yang bersifat umum, diantaranya yakni:
1.
Bidang Hadis meliputi:
a. Beberapa Rangkuman Hadis.
b. Sejarah Pengantar Ilmu Hadis.
c. Mutiara Hadis berjumlah 5 jilid.
d. Pokok-pokok Ilmu Dasar Hadis.
e. Problematika Hadis Sebagai Dasar Pembinaan Hukum.
f. Koleksi Hadis-hadis Hukum berjumlah 9 jilid.
g. Rijalul Hadis.
h. Sejarah Perkembangan Hadis.
i.
Kriteria Antara Sunnah dan Bid’ah
2.
Bidang Tafsir Al-Qur’an
a. Beberapa rangkaian ayat.
b. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Al-Qur’an/Tafsir.
c. Tafsir Al-Qur’an al-Majid an-Nur.
d. Tafsir al-Bayan.
e. Mu’jizat Al-Qur’an.
3.
Bidang Fiqh
a. Sejarah Peradilan Agama.
b. Tuntunan Qur’an.
c. Pedoman Sholat.
d. Hukum-hukum Fiqh Islam
e. Pedoman Hukum Islam.
f. Pedoman Zakat.
g. Al-Ahkam (Pedoman Muslimin).
h. Pedoman Puasa.
i.
Kuliah Ibadah.
j.
Pengantar Ilmu Fiqh.
k. Falsafah Hukum Islam.
l.
Pedoman Haji
Atas jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan, Muhammad Hasbi as-Shiddieqy
mendapatkan beberapa pengahargaan di antaranya :
a.
Anugrah Doktor Honoris Causa dari Universitas Islam Bandung (UNISBA) pada
tahun 1975.
b.
Anugrah
Doktor Honoris Causa dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga
Yogyakarta pada tahun 1975
B. Tafsir
An-Nur
Tafsir Al-Qur'anul
Majid atau yang lebih dikenal dengan nama Tafsir AN-NUR ini adalah salah satu
karya monumental ulama Indonesia asal Aceh, yaitu Prof. Dr. Teungku Muhammad
(TM) Hasbi ash-Shiddiegy.
Tafsir An-Nur pertama
kali terbit pada tahun 1956. Ini adalah kitab tafsir lengkap pertama karya
ulama ahli tafsir Indonesia yang diterbitkan di Indonesia. Tafsir ini mudah
dicerna oleh semua golongan masyarakat, dari para peneliti sampai para pemula.
Tafsir inilah pula yang menjadi rujukan Terjemah Qur'an Departemen Agama yang
pertama tahun 1952.[3]
Tafsir An Nur
menggunakan dua metode sekaligus, yaitu mudhi'i tahlili karena dibuat
berdasarkan urutan dan susunan Al-Qur'an, ayat per ayat dan surah per surah,
dan dengan bentuk penyajian yang rinci, dan juga metode maudhu'i
(tematik) karena sebelum menjelaskan tafsir suatu surah terlebih dahulu
dijelaskan gambaran umum surah tersebut.
Tafsir ini juga dapat
digolongkan sebagai at-tafsir bil ra'y (tafsir berdasarkan ijtihad),
walaupun tidak semua ayat dijelaskan dengan metode tersebut. Dapat pula
digolongkan sebagai at-tafsir bil-ma'tsur (tafsir dengan riwayat), yaitu
penjelasan suatu ayat dengan ayat lain atau dengan hadits dan atsar yang shahih.
Dalam kitab tafsir ini Hasbi ash-Shiddieqy banyak mengutip dari
rujukan-rujukan mu`tabar (otoritatif). Sebut saja di antaranya, tafsir Jami`
al-Bayan karya ath-Thabari, Tafsir al-Qur’an al-`Azhim karya Ibnu
Katsir, tafsir al-Qurthubi, tafsir al-Kasysyaf karya az-Zamakhsyari, dan
at-Tafsir al-Kabir karya Fakhruddin ar-Razi. Tidak hanya tafsir klasik,
tafsir ulama muta’akhkhirin juga menjadi sumber ash-Shiddieqy, seperti,
tafsir al-Manar karya Muhammad Rasyid Ridha, tafsir al-Maraghi, tafsir
al-Qasimi, dan tafsir al-Wadhih. Selain kitab-kitab tafsir, ia juga
merujuk kepada kitab-kitab induk hadis yang mu`tamad (dipercaya), semisal,
kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, dan kitab-kitab as-Sunan.
Melihat sederet rujukan yang digunakan, tampaknya T.M. Hasbi ash-Shiddieqy
menggarap karya tafsirnya ini dengan sangat serius, terlebih lagi ia mempunyai
kapasitas yang mumpuni dalam bidang ushul at-tafsir, yaitu ilmu yang
mempelajari media-media yang diperlukan untuk menafsirkan al-Qur’an. Karenanya,
wajar bila Tafsir an-Nur menjadi sebuah karya yang cukup diperhitungkan dan
menjadi rujukan kalangan intelektual di Indonesia.
Tafsir Al-Qur'anul
Majid An-Nur, sebagai sebuah kitab tafsir yang ringkas namun lengkap,
menjelaskan apa yang dimaksud tiap-tiap ayat. Pembahasan ayat disertai
keterangan hadits, dalil, dan pendapat yang kuat.
Untuk membantu para
pemula dalam membaca dan mendalami Al-Qur'an, kitab Tafsir An-Nur ini
dilengkapi pula dengan transliterasi huruf ke Arab ke dalam huruf latin.
D. Metode
Penafsiran
Untuk
menentukan metode apa yang di gunakan oleh Hasbi Ash-Shiddieqy, harus diketahui
dulu motivasi dan sumber-sumber dalam penafsiran An-Nur. Pada kata pengantar
Tafsir An-Nur, beliau mengatakan :
Indonesia membutuhkan perkembangan tafsir dalam bahasa persatuan Indonesia, maka untuk memperbanyak lektur Islam dalam masyarakat Indonesia dan untuk mewujudkan suatu tafsir yang sederhana yang menuntun para pembacanya kepada pemahaman ayat dengan perantaraan ayat-ayat itu sendiri. Sebagaimana Allah telah menerangkan ; bahwa Al-Qur’an itu setengahnya menafsirkan yang setengahnya, yang meliputi penafsiran-penafsiran yang diterima akal berdasarkan pentakhwilan ilmu dan pengetahuan, yang menjadikan intisari pendapat para ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diisyaratkan Al-Qur’an secara ringkas.
Indonesia membutuhkan perkembangan tafsir dalam bahasa persatuan Indonesia, maka untuk memperbanyak lektur Islam dalam masyarakat Indonesia dan untuk mewujudkan suatu tafsir yang sederhana yang menuntun para pembacanya kepada pemahaman ayat dengan perantaraan ayat-ayat itu sendiri. Sebagaimana Allah telah menerangkan ; bahwa Al-Qur’an itu setengahnya menafsirkan yang setengahnya, yang meliputi penafsiran-penafsiran yang diterima akal berdasarkan pentakhwilan ilmu dan pengetahuan, yang menjadikan intisari pendapat para ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diisyaratkan Al-Qur’an secara ringkas.
Dengan berharap
taufiq dan inayah yang maha pemurah lagi maha penyayang, kemudian dengan
berpedoman kepada kitab-kitab tafsir yang mu’tabar, kitab-kitab hadits yang
mu’tamad, kitab-kitab sirah yang terkenal. Saya menyusun kitab tafsir ini
dengan saya namai “An-Nur. Melihat ungkapan diatas, terlihat bahwa motivasi
Hasbi Ash-Shiddieqy sangat mulia yaitu untuk memenuhi hajat orang Islam di
Indonesia untuk mendapatkan tafsir dalam Bahasa Indonesia yang lengkap,
sederhana dan mudah dipahami, sesrta ia menerangkan sepenggal-sepenggal ayat
al-qur’an dengan menulisnya menggunakan bahasa latin dimaksudkan agar
orang-orang yang tidak bisa membaca al-qur’an dengan bahasa arabnya maka ia
bisa membacanya dengan huruf latin. Sumber yang beliau gunakan dalam menyusun
tafsir An-Nur adalah :
1. 'Umdatut Tafsir 'Anil Hafidz Ibnu Katsir
2. Tafsir al-Manar(karya Muhammad Abduh)
3. Tafsir al-Qasimy
4. Tafsir al-Maraghy (karya Ahmad Musthafa al-Maraghi), dan
5. Tafsir al-Wadhih.
Sedangkan
metode yang dilakukan oleh Hasbi Ash-Shiddieqy adalah:
Pertama, mengemukakan ayat-ayat yang akan ditafsirkan satu, dua, atau tiga ayat dan kadang-kadang lebih. Dan dalam hal ini Hasbi Ash-Shiddieqy menuruti al-maragy, yang pada umumnya menuruti al-manar dan kadang-kadang menuruti tafsir al-wadhih.
Pertama, mengemukakan ayat-ayat yang akan ditafsirkan satu, dua, atau tiga ayat dan kadang-kadang lebih. Dan dalam hal ini Hasbi Ash-Shiddieqy menuruti al-maragy, yang pada umumnya menuruti al-manar dan kadang-kadang menuruti tafsir al-wadhih.
Kedua,
ayat-ayat tersebut kemudian di bagi kepada beberapa jumlah. Masing-masing
jumlah ditafsirkan sendiri-sendiri.
Ketiga, dalam menerjemahkan ayat ke dalam bahasa indonesia, Hasbi Ash-Shiddieqy berpedoman kepada tafsir abu suud, tafsir shiddiqy hasan khan dan tafsir al-qasimy.
Ketiga, dalam menerjemahkan ayat ke dalam bahasa indonesia, Hasbi Ash-Shiddieqy berpedoman kepada tafsir abu suud, tafsir shiddiqy hasan khan dan tafsir al-qasimy.
Keempat,
menerangkan tafsiran ayat, dalam materi penafsiran Hasbi Ash-Shiddieqy
mensarikan dari uraian al-maraghy dan al-manar, dan dalam menafsirkan ayat-ayat
yang semakna menuruti tafsir al-imam ibnu katsir. Kelima, menerangkan asbabun
nuzul ayat, apabila terdapat atsar yang diakui keshahihannya oleh ahli atsar. Metode
semacam ini juga dipergunakan oleh mufassir pada abad modern yang ditulis pasca
kebangkitan umat Islam, seperti metode yang dipakai Prof. DR. Hamka(Indonesia).
Berdasarkan
sumber-sumber yang dipakai, maka dapat diketahui bahwa metode yang dipakai oleh
Hasbi Ash-Shiddieqy dalam menyusun tafisir An-Nur adalah metode campuran antara
metode bil Ro’yi atau bil Ma’qul. Hal ini juga beliau kemukakan bahwa, dalam
menyusun tafsir ini berpedoman pada tafsir induk, baik kitab tafsir bil Matsur
maupun kitab tafsir bin Ma’qul.[4]
DAFTAR PUSATAKA
Abdul Aziz Dahlan, dkk , Ensiklopedi Hukum Islam, Vol. II : 130, artikel “ Hasbi ash-Shiddieqy”
